Minggu, 17 Oktober 2010

kasus Iqbal momen tepat sempurnakan UU persaingan usaha

Kasus Iqbal Momen Tepat Sempurnakan UU Persaingan Usaha
Peristiwa dugaan suap terhadap anggota Komisi Penyelesaian Persaingan Usaha (KPPU) M Iqbal dapat dijadikan momen yang tepat untuk menyempurnakan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terutama fungsi KPPU yang sebagai "jaksa" dan sekaligus sebagai "hakim" yang dianggap berlebihan dan rawan kolusi.

"Peristiwa ini dapat menjadi titik masuk untuk bisa melakukan intropeksi dan koreksi kelemahan dari pelaksanaan pengawasan persaingan usaha," kata mantan Ketua KPPU Sutrisno Iwantono, di Jakarta, Minggu.

Iwantono mengatakan sejak KPPU menangani kasus-kasus besar, fungsi KPPU yang sebagai jaksa untuk menyelidiki/penuntut umum dan juga sebagai hakim yang memutuskan perkara, dikritik masyarakat karena dianggap terlalu "super power" (mempunyai kewenangan yang sangat besar).

"Karena kekuasaan sebagai penuntut umum atau jaksa dan juga sebagai pemutus atau hakim berada di tangan yang sama sehingga memungkinkan konflik kepentingan saat menangani perkara," katanya.

Sebagai penuntut umum maka KPPU diminta untuk berpikir bahwa yang diperiksa bersalah. "Ketika orang sama bertindak sebagai hakim yang harusnya netral, pikirannya bisa dipengaruhi pekerjaanya saat sebagai pemeriksa. Sehingga fungsi majelis hakim berpotensi tidak betral," katanya.

"Dari sisi kolusi juga bisa rawan karena pintu masuknya hanya satu. Tapi kalau dua tahap menjadi susah," katanya. Selain itu, kata Iwantono, banyak pasal di UU tersebut yang tumpang tindih dengan pasal yang lain, contohnya ketentuan mengenai kartel. Iwantono mengatakan, sebenarnya saat ia masih Ketua KPPU sudah dirumuskan draf penyempurnaan UU tersebut. "Sangat disayangkan draf itu tidak ada kejelasan," katanya.

Iwantono mengatakan ketentuan tersebut terlalu lama jika tidak diperbaiki karena sudah berumur delapan tahun. Selain itu, Iwantono juga meminta agar ada lembaga yang mengawasi KPPU saat menangani perkara.

Namun pada kesempatan itu Iwantono juga meminta pengusaha mengerti peraturan mengenai persaingan usaha serta tidak melakukan suap terhadap anggota KPPU.

Pengusaha, katanya, tidak bisa begitu saja menyalahkan KPPU karena yang menawarkan suap adalah pengusaha. "Kalau pengusaha tidak tawarkan (suap) tidak mungkin terjadi suap.

Jadi pengusaha juga intropeksi," katanya. Iwantono mengatakan, pengusaha juga yang kalah, misalnya dalam tender, juga sering mengadukan pihak yang menang ke KPPU karena dianggap melakukan praktik persaingan usaha tidak sehat.

Seharusnya, pengusaha juga mengerti aturan persaingan usaha sehingg tidak asal mengadukan kasus. "Padahal belum tentu yang menang tender melakukan kesalahan," katanya. Untuk itu Iwantono mengajurkan perlunya sosisalisasi ketentuan persaingan usaha kepada pengusaha.
*ant

Tidak ada komentar:

Posting Komentar