Jumat, 31 Desember 2010

Berbisnis dengan Teman pun Ada Etikanya

Jika Anda berniat menjalankan bisnis dengan sahabat, sebagiknya memerhatikan berbagai etis. Meskipun Anda merasa sudah sangat cocok dengan sahabat, bagaimanapun ia akan menjadi mitra kerja. Ingat, tidak semua sahabat bisa diajak kerja sama. Persahabatan dan bisnis adalah dua hal yang benar-benar berbeda. Mengapa demikian? Dalam bisnis, uang sangat berperan. Uang memang berpotensi menjadi pemicu konflik.

Alasan ini tidak mengada-ada. Sebab, tujuan berbisnis adalah mendapatkan keuntungan. Jika ada keuntungan, tentu akan dibagi sesuai dengan porsi pekerjaan. Nah, di sinilah terkadang kita mesti hati-hati dan berbuat adil. Bahkan, jika ada kemungkinan tidak menguntungkan, kedua sahabat bisa berselisih paham. Biasanya diawali dengan salah satu pihak yang merasa dicurangi. Karenanya, sebelum mengajak teman untuk bisnis bersama, sebaiknya Anda untuk memikirkannya lebih mendalam. Berikut beberapa faktor perlu Anda jadikan pertimbangan:

Jenis usaha
Semua jenis usaha memang bisa dilakukan bersama mitra kerja. Tidak ada batasan mengenai usaha apa yang semestinya dikerjakan sendiri dan yang dijalankan bersama. Akan tetapi, ukuran bisnisnya yang perlu diperhatikan. Jika masih kecil, lebih baik Anda menjalaninya sendiri dahulu. Terutama jika jika jumlah pesanan masih sangat sedikit.

Jumlah mitra
Bagi Anda semua masih sebagai bisnisman pemula, jumlah mitra sebaiknya tidak lebih dari tiga orang. Jika lebih dari tiga, pembagian tugas bisa jadi sangat sulit. Sebab, setiap orang memiliki ide, dan mereka semua ingin mengimplementasikan idenya dalam bisnis yang bagi mereka adalah miliknya.

Pilih Minat
Sebaiknya minat Anda dan sahabat yang akan membuat bisnis sama. Jika demikian, bisnis pun akan dijalani dengan penuh antusiasme dan tidak merasa terbebani. Jika saja minatnya berbeda, setidaknya ada yang mempunyai pengetahuan mengenai usaha yang akan dijalankan. Jangan memilih mitra yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis tersebut.

Pisahkan urusan bisnis dari pribadi
Cobalah bertanya kepada diri Anda sendiri, "Mampukah saya membedakan urusan bisnis dan urusan pribadi?" Sebab, banyak masalah usaha yang timbul karena mereka yang terlibat tidak mampu membedakan dua tersebut. Bahkan, biasanya mereka saling menyerang aspek-aspek kehidupan pribadi dan tidak mengacu pada masalah pekerjaan yang sebenarnya.

Pembagian tugas
Tentukan job mereka sesuai kemampuan mereka. Hindari tumpang-tindih, dua orang menangani dua pekerjaan. Bahaslah masalah ini sejak awal dengan sahabat Anda.

Dari berbagai penelitian, kebanyakan pasangan bisnis bergabung karena memiliki kelebihan yang tidak dipunyai temannya. Jadi mereka saling melengkapi. Kalau lebih jago di lapangan dan supel menghadapi orang, mungkin Anda bisa mencari mitra yang bisa menangani urusan dari balik meja, misalnya soal administrasi.

Tentukan siapa bosnya
Tidak mungkin dan tidak bias dua orang menjadi pemimpin pada saat yang bersamaan. Harus dipilih satu orang untuk memimpin. Anda dan sahabat mesti menentukan siapa yang menjadi direktur, dan siapa yang menjadi wakilnya. Tempatkan ego Anda berdua di bawah kepentingan usaha. Setelah itu, komunikasikan hal ini kepada karyawan dan klien.

Pembagian keuntungan
Inilah salah satu isu paling sensitif dalam dunia usaha. Besarnya keuntungan yang dibagi harus benar-benar dipahami dan disepakati di awal. Kalau tidak tercapai kesepakatan, lupakan saja rencana ini.

Pembagian keuntungan atau sistem penggajian bisa bermacam-macam, misalnya tahunan atau bulanan. Jika pembagian hasil baru dilakukan di penghujung tahun, pihak yang bekerja (bukan yang memberi modal) bisa memperoleh gaji meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Di akhir tahun ia akan tetap mendapat pembagian keuntungan, tetapi sudah dikurangi gaji bulanan. Jadi jumlahnya pasti lebih sedikit daripada yang didapat si pemberi modal.

Intervensi
Siapakah yang punya hak suara dalam usaha Anda? Apakah hanya Anda berdua atau keluarga pun bisa mengintervensi? Perjelas hal ini di awal. Jangan sampai suatu hari nanti usaha Anda direcoki pihak-pihak yang tidak semestinya ikut campur.

Idealnya mereka yang memiliki hak suara hanyalah Anda dan sahabat. Suami atau istri bahkan tidak seharusnya campur tangan. Mereka boleh memberi masukan, tetapi pengambilan keputusan tetap berada di tangan Anda berdua. Bila terjadi konflik, sebaiknya mencari seorang konsultan atau tenaga profesional lain yang bisa diajak berdiskusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar